Rabu, 27 Oktober 2010

About BLOGGER




Tau gak, kalo pemula itu menjiplak dan bagi master itu mencuri??

Ya betul sekali, bagi mereka yang baru datang di dunia maya ini, mesti pernah 1-5 kali mengcopy-paste karya orang lain dengan alasan sederhana yaitu belajar. Hal itu tidak menjadi masalah. Untuk sang Jawara Blogger, mereka tidak hanya mencopy, tapi juga mengeditnya sedemikian rupa sehingga nampak bahwa tulisan itu pure/asli karyanya sendiri, dan itu juga hal yang wajar khan.


Lantas, kembali ke tujuan awal, kenapa seseorang mempunyai account Blog? tentu saja untuk melatih bakat menulis, mencari teman, sekedar gaya dll. semuanya tergantung kepada MNK, ap itu?? mari kita simak.

1. Minat

Apkah anda Minat menjadi Blogger? menjadi penulis? misalkan jwaban anda Ya, “Ya saya minta menjadi Blogger” so saya membuat alamat Blog. Yupz, langkah awal untuk enjoy dalam berbagai bidang adalah dengan menumbuhkan minat. Tidak sedikit orang keluar dari pekerjaannya gara-gara kurang akan minat, padahal gaji diatas M. Tentu saja, karena kurang minat, mereka justru mencari pekerjaan kecil yang sesuai hati nurani.

2.Niat

Tidak jauh berbeda denganMinat, tapi Niat disini lebih tertuju pada keinginan untuk berbuat/bertindak, kalau minat ada tapi niatnya tidak ada ya percuma, inilah yang disebut dengan “angan-angan semu”. Tanpa ada tindakan apapun, menunggu keajaiban yang entah ada atau tidak.

3, Kiat

Yes, the last thing is Kiat. Mau mengerjakan apapun tanpa dasar ilmu apapun hasilnya akan 0 besarrr,, mau nge-Blog, cari tahu bagaimana nge-Blog, mau bikin website ya harus tahu bagaimana mengelola website,,

Itulah 3 hal penting sebelum kita berselancar di dunia maya ini, tentunya ambillah yang baik dan perbaikilah yang buruknya.

Pilih Title Atau Skill ?




Dulu saya berfikir kalau kesuksesan seseorang itu dikarenakan mereka sekolah sampai jenjang yang sangat tinggi,bisa dikatakan sarjana.Dahulu juga saya sangat kagum sama orang-orang yang berpendidikan yang sangat tinggi,karena dalam pikiran saya itu,orang yang mempunyi titel sarjana sangat mudah untuk mendapatkan semua pekerjaan yang mereka inginkan dan mereka suka.

seiring berjalanya waktu, saya banyak menemukan pukulan dan hantaman yang keras di kepala saya, titel itu pentik tapi lebih penting lagi itu skill..hantaman keras sebuah pembuktian dari sahabat saya yang dia tidak mempunyai titel tapi mereka mendapat kerja yang sangat di bilang sukses dengan gaji di atas PNS.

sampai sekarang ini dari perjalanan waktu saya memutuskan untuk memilih skill di utamakan karena di dunia pekerjaan yang terpenting sekarang skill dan no 2 titel.. kalo kita punya titel tinggi tapi tidak punya skill sama aja bohong kan?? alangkah baeknya kita punya titel dan skill yang seimbang..makanya dari sekarang yang masih duduk di bangku sekolah menengah,tinggi sampai perguruan tinggi belajar yang betul jangan mengandalkan teman.. kalo kita pengen punya skill dan titel berusahalah sendiri jangan mengandalkan teman semua.. karena masa depan kita ada di tangan kita bukan di tangan orang laen.

nah sekarang anda pilih mana skill atau titel???? pikirkan baik-baik mulai dari sekarang,

Selasa, 26 Oktober 2010

HEDONISME & KEMAJUAN TEKHNOLOGI BERDAMPAK KURANG BAIK TERHADAP ANAK & REMAJA





Hedonisme dan kemajuan teknologi merupakan dua hal yang kehadirannya tak bisa dihindari. Keduanya telah memberikan arti penting bagi tingkat peradaban manusia, tetapi juga sesungguhnya kita memendam kekhawatiran terus menerus, dan penuh kecurigaan memandang pesatnya kemajuan teknologi.

Kekhawatiran dan kecurigaan tersebut selalu terjaga karena pengalaman kehidupan menunjukkan keduanya selain mendatangkan kemajuan dan menjadi elemen penting tingkat kesejahteraan manusia, juga terbukti mendatangkan banyak petaka, baik individual dan komunal, utamanya bagi kelompok rentan dalam masyarakat yaitu anak. Berbagai upaya Perlindungan Anak sering dinilai mengalami hambatan, dan kegagalan karena adanya dua sebab, yakni arus hedonism dan kemajuan teknologi yang begitu pesat dengan segala konsekuensinya. Dengan demikian, diam-diam hedonism dan kemajuan teknologi telah menjadi pihak tertuduh ketika kita gagal mencapai tujuan tata nilai yang diinginkan.

Hedonisme dipahami sebagai paham yang mementingkan kesenangan dan kemewahan fisik. Hedonisme berasal dari bahasa Latin yang berarti kesenangan. Dalam sejarah filsafat Yunani, tokoh pertama yang mengajarkan aliran hedonism adalah Democritus (400-300 SM), yang memandang bahwa kesenangan merupakan tujuan pokok dalam kehidupan ini. Hidup hanya sekali, dan karenanya kesenangan menjadi ukuran keberhasilan seseorang.

Tokoh lain adalah Aritiphus (395 SM), yang memandang bahwa satu-satunya yang ingin dicari manusia adalah kesenangan. Oleh karena itu segala cara menjadi sah dilakukan apabila berutujuan mencari kesenangan. Kesenangan didapat langsung oleh panca indera. Orang bijaksana, menurutnya akan selalu mengusahakan kesenangan sebanyak-banyaknya, sebab kesakitan adalah suatu pengalaman yang tidak menyenangkan.

Seperti akan mengoreksi para pendahulunya, Epicurus (341-270 SM) mencoba meluruskan pemahaman akan hedonism. Menurut Epucurus, memang kesenangan tetaplah menjadi sumber norma, tetapi tidak kesenangan jasmani semata-mata, sebab kesenangan tersebut pada akhirnya kalau tidak dikendalikan akan menimbulkan rasa sakit juga. Terlalu bersenang-senang dengan makan akan menimbulkan sakit perut, kolesterol, asam urat, dan penyakit lainnya. Terlalu banyak hubungan seks akan menimbulkan kelelahan/loyo/lunglai. Maka kesenangan sejati menurutnya harus bermakna tidak adanya rasa sakit dalam badan dan tidak adanya kesulitan jiwa. Jadi bukan sekedar memperoleh kesenangan makan dan minum, bukan pula kesenangan seksual, tetapi lebih banyak mencari argument yang menghilangkan segala kerisauan jiwa. Terlampau mengejar kesenangan fisik; seperti uang, kehormatan, kekuasaan, tidak akan menimbulkan kekuasaan jiwa. Puncak hedonism bagi Epikurus adalah ketenangan jiwa. Jiwa dapat mengenang kembali peristiwa-peristiwa yang menyenangkan, dan mengatasi keterbatasn jasmani. Kesenangan tertinggi menurutnya adalah kesenangan yang bisa dinikmati dengan pengendalian diri. Tidak lupa ia mengingatkan, bahwa “Cinta uang adalah akar dari segala kejahatan”.

Dalam perkembangannya hedonism modern diatikan sebagai sebuah aliran pemikiran dan gaya hidup yang mengabdi kesenangan semata, tanpa mempertimbangkan aspek-aspek moral, agama, sosial, dan budaya. Diyakini hedonism berjalan beriringan dengan kapitalisme dan neoliberalisme yang memang untuk berjaya membutuhkan tingkat konsumerisme tinggi. Tingkat konsumerisme tinggi yang dianggap sebagai puncak dari tahap-tahap peradaban masyarakat.

Hedonisme oleh aliran kapitalisme harus ditumbuhkan karena mencintai kesenangan akan menimbulkan nafsu manusia untuk membeli dan mengkonsumsi hal apa saja yang ditawarkan, lalu pasar menjadi tumbuh, dan bergeraklah sistem ekonomi kapitalis tersebut. Hedonism semakin subur karena digerakkan oleh industri iklan yang bertugas merangsang syahwat manusia sedalam-dalamnya, bila perlu dikuras habis harta kekayaan dan jiwa manusia untuk meraih kesenangan walaupun iklan-iklan itu boleh jadi sekedar kebohongan semata.

Satu kenyataan yang merisaukan adalah bahwa hedonism telah meruntuhkan nilai-nilai budaya masyarakat, karena demi kesenangan orang bisa lupa daratan, tak berpijak pada akar budaya di mana ia berada. Maka seperti yang kita saksikan hari ini, demi mengejar kesenangan segala model arsitektur dipaksakan berdiri di tengah arsitektur lokal yang lebih berkarakter, juga masuklah aneka mode pakaian, makanan, dan pada sudut lain orang dengan dinginnya melakukan praktek perampokan, korupsi, menjual anak kandung, melacurkan anak kandung, menelantarkan anak, dan berbagai tindakan eksploitasi terhadap anak lainnya untuk mengejar kesenangan duniawi.

Tak pelak bila sebagian orang menilai hedonism tidak lain anak kandung materialism dan cucu atheism. Hedonisme yang tampak berwajah tampan ternyata telah menempatkan dirinya sebagai pewaris tunggal penghancur peradaban dan berhasil menundukkan sebagian besar umat manusia untuk memperbudaknya.

Sesungguhnya bagi anak atau generasi muda, hedonism akan bernilai posiitf bila memotivasi dirinya untuk belajar keras dan berprestasi demi meraih kesenangan, namun bernilai negatif bila yang terjadi demi mengejar kesenangan ia menjadi pemalas, manja, tidak kreatif dan mencari jalan terabas demi kesenangan duniawi sesaat.

Hal yang sama terjadi pada kemajuan teknologi. Diakui bahwa teknologi sangat bermanfaat karena telah memberikan berbagai kemudahan hidup bagi manusia, namun pada sisi lain teknologi juga telah memanjakan manusia sehingga akan membuat manusia menjadi pemalas, tidak kreatif, dan semata-mata mengandalkan teknologi itu sendiri.

Bagi masyarakat di berbagai penjuru dunia, lompatan teknologi juga telah melahirkan gegar budaya, yakni orang hanya mampu membeli sebuah produk tetapi tidak bisa mengendalikan. Ia bisa membeli sepeda motor yang semestinya untuk alat transportasi, tetapi malahan digunakan untuk kebut-kebutan, ia beli HP mestinya untuk memperlancar komunikasi tetapi dibelokkan menjadi sarana perselingkuhan via sms, ia bisa memiliki akun facebook buka untuk membangun komunitas komunikasi tetapi digunakan untuk menipu dan memperdaya orang lain, dan internet yang darinya kita bisa mengunduh begitu banyak informasi, malahan dijadikan untuk menyebarkan materi pornografi.

Anak menjadi sasaran hedonism dan kemajuan teknologi karena anak merupakan kelompok masyarakat yang memiliki daya pikat luar biasa. Anak adalah kelompok rentan yang mudah dipengaruhi, anak adalah kelompok manusia yang masih melakukan orientasi nilai sehingga mudah diarahkan dan dibekuk dalam aneka tipu daya, anak adalah kelompok tunas muda yang cepat menerima perubahan dan beradaptasi dengan berbagai produk, anak adalah pusat kasih sayang orang tua sehingga orang tua sulit untuk menolak permintaannya, serta anak adalah kelompok manusia yang paling mudah dikorbankan karena tidak bisa melawan dan mudah dibujuk rayu.

Tak pelak bila pasar rokok belakangan ini sasarannya adalah anak muda dengan iklan-iklan yang super menggoda. Minuman beralkohol dan narkoba memilih sasaran anak muda karena merekalah kelompok yang mudah ditaklukkan. Produk-priduk pakaian, kecantikan, dan teknologi komunikasi juga memilih idiom-idiom kaum muda, karena walaupun relative belum memiliki penghasilan namun anak-anak adalah kelompok manusia yang bisa memaksa orang tua membelanjakan uangnya. Termasuk para hedonis syahwat birahi, dengan atas nama kawin siri atau kawin kontrak, pilihannya pada anak sebagai sasaran, karena mereka pikir dengan menawarkan BlackBerry atau Notebook atau baju mahal bisa menipu anak-anak remaja.

Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak memang belum memberikan pasal-pasal tentang pengaruh hedonism dan dampak teknologi, bahkan dalam konsideran sekali pun. UU Perlindungan Anak baru mencantumkan pasal-pasal Perlindungan Khusus yang, di dalam implementasinya bersingguhan dengan topik yang kita bicarakan, yakni Pasal 59: “Pemerintah dan lembaga Negara lainnya berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan perlindungan khusus kepada anak dalam situasi darurat, anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, anak tereksploitasi secara ekonomi/atau seksual, anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (napza), anak korban penculikan, penjualan dan perdagangan, anak korban kekerasan baik fisik dan/atau mental, anak yang menyandang cacat, dan anak korban perlakuan salah dan penelantaran".

Dalam perspektif perlindungan anak, menempatkan posisi anak sebagai korban (victim), betapapun baik ia sebagai korban murni, maupun dia sebagai pelaku (offender) sesungguhnya dia adalah korban. Katakanlah memang anak merokok, meminum alkohol, mengkonsumsi narkoba, menikmati, mengunduh, dan mengedarkan pornografi, tetapi sesungguhnya dia hanayalah seorang korban dari industri produk hedonisme , korban dari perlakuan salah orang tua, korban dari masyarakat yang tidak mampu menciptakan lingkungan yang sehat, dan tentu sesungguhnya korban dari Negara yang gagal melindungi generasi mudanya dari hantaman produk hedonism.

Dengan persepektif perlindungan anak di atas, maka sesungguhnya pihak tertuduhnya bukan anak, tetapi orang dewasa. Membuat kebijakan yang hanya menjadikan anak sebagai sasaran, bukan saja tidak akan menyelesaikan persoalan tetapi akan berujung pada kriminalisasi anak. Kasus anak jalanan misalnya, sangat salah ketika yang dikejar-kejar adalah anak jalanannya demi ingin meraih Adipura atau gelar-gelar politis lainnya, sebab semestinya terhadap anak justeru harus lebih disayangi, mengapa mereka berada di jalanan, bawa mereka ke tempat yang lebih manusiawi, berikan hak-haknya sesuai UU Perlindungan Anak. Sedangkan yang dikejar dan dihukum adalah orang tua yang menelantarkan anak, para joki atau broker yang mengeksploitasi anak, dan pemerintah yang gagal mewujudkan kesejahteraan anak.

Sejumlah langkah konkret bisa dilakukan Pemerintah Daerah untuk melindungi anak dari arus hedonism dan kemajuan teknologi:

1.Wujudkan kebijakan yang berpersepektif anak, dengan prinsip-prinsip dasar perlindungan anak, yaitu: non-diskriminasi; kepentingan terbaik bagi anak; kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang,; penghargaan terhadap pendapat anak. Landasan hukum tertinggi adalah Pasal 28 B ayat 2 UUD 1945, yang menyatakan bahwa:”Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang, serta setiap anak berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”.

Kebijakan yang berperspektif anak harus tampak sejak dari perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi dan pengawasan. Ukuran sebuah Pemda apakah sudah berperspektif anak atau tidak bisa dilihat dari 6 (enam) indikator yakni:

a.Legislasi : sejauh mana Pemda memiliki legislasi dan regulasi tentang perlindungan anak baik berupa Perda, Keputusan Gubernur atau Bupati/Walikota.

b.Program Perlindungan Anak; apakah dari legislasi tersebut telah di breakdown dalam rencana program, serta sejauh mana program-program yang telah disusun tersebut dilaksanakan.

c.Kelembagaan; apakah untuk mengimplementasikan program telah dibentuk kelembagaan yang kapabel dan memadai.

d.Alokasi anggaran; berapa besar alokasi anggaran yang telah diberikan untuk perlindungana anak, khususnya anggaran untuk mengkover ketentuan dalam pasal 59 UU Perlindungan Anak yakni bab Perlindungan Khusus.

e.Penyelesaian kasus; sejauh mana kasus-kasus yang terjadi di daerah ini bisa terselesaikan, dikawal, dan setiap anak yang telah menjadi korban direhabilitasi.

f.Partisipasi masyarakat; yakni sejauh mana Pemerintah daerah mampu menggalang partsisipasi masyarakat untuk melakukan gerakan membendung efek negatif arus hedonism dan dampak kemajuan teknologi.

2.Orientasi pada orang dewasa. Dengan cara pandang bahwa anak adalah korban, maka yang harus menjadi sasaran utama pencegahan adalah orang tua. Dalam hal ini kita bisa melakukan program andragogy atau pendidikan orang dewasa, berupa:

a.Pendidikan ketahanan keluarga melalui parenting skills atau keterampilan dan kapasitas orang tua di dalam mendidik anak, yang berorientasi pada nilai-nilai spiritual transsendental dan nilai-nilai budaya bangsa.

b.Implementasi program-program penguatan ekonomi keluarga yang memastikan bahwa setiap keluarga yang mengasuh anak harus mampu menopang kebutuhan standar hidup keluarga.

c.Mengajarkan orang orang tua untuk melek teknologi multi media, misalnya memilihkan channel televise, mengetahui password laptop atau computer anak, serta memastikan bahwa computer anak, atau warnet-warnet langganan ngenet anak dilengkapi dengan protektor khusus yang menolak pornografi, misalnya.

d.Memberikan kursus-kursus kreatif yang darinya bukan saja mengembangkan kemampuan industry kreatif, tetapi juga bisa menghasilkan income bagi keluarga.

3.Penegakkan Hukum (law enforcement).Ini sisi yang kelihatannya sulit, tetapi bisa dilakukan asalkan ada kemauan pemimpin yang kuat dan sosialisasi yang memadai. Pemda Propinsi harus berani memulai penerapan hukum secara ketat di tingkat lokal. Kalau Pemerintah Aceh bisa menegakkan hukum Suariah berdasarkan Qanun, apakah Pemda lain tidak bisa dengan ketat misalnya menegakkan hukum-hukum lokal; larangan memasang iklan rokok di ruang publik dan media massa, hukum keras bagi pengedar minuman keras dan narkoba, setiap restoran dari manapun datangnya dan apapun merek dagangnya harus menyajikan menu lokal, setiap hotel dalam sehari semalam wajib memutar musik tradisional minimal 75 %, semua televise lokal harus menyiarkan budaya lokal minimal 50 %, atau ketentuan iklan macam apa yang boleh disiarkan ke publik, dan sebagainya. Dan inilah yang disebut substansi otonomi, bukan sekedar otonomi mengelola sistem keuangan sendiri, tetapi otonomi dalam hal perlindungan budaya dan nilai-nilai lokal.

4.Payung besar dari hal-hal di atas adalah pembangunan “Propinsi Layak Anak”. Ini program komprehensif di mana seluruh rangkaian kegiatan pembangunan mengacu kepada kepentingan anak, dan orang dewasa menyesuaikan. Pertanyaan-pertanyaan dasar harus diajukan, mislanya; sudah seimbangkah perbandingan wilayah pemukiman dengan penghijuan kota dan taman-taman yang mudah diskses anak? Sudah tersediakah ruang-ruang publik ekspresi anak seperti panggung tetaer, lapangan olah raga, perpustakaan, tempat bermain dan sebagainya? Sudahkah konstruksi jalan ramah anak? Sudahkah bangunan tempat tinggal, pasar, bandara, terminal, memikirkan kepentingan anak? Sudah adakah perangkat hukum sampai ke hal teknis untuk menghukum orang-orang dewasa yang mengeksploitasi adan melakukan kekerasan terhadap anak?

Tentu saja pokok-pokok pikiran di atas belum mampu sepenuhnya menjamin perlindungan anak dari arus hedonism dan kemajuan teknologi, namun sebagai upaya minimal, kiranya anak-anak akan memperoleh kondisi yang lebih baik daripada hari ini. Yang pasti hedonism dan kemajuan teknologi merupakan keniscayaan, yang mustahil kita tolak karena itu bagian dari mekanisme pertahanan (defensive mechanism) kehidupan manusia. Yang bisa dilakukan adalah, meminimalisir dan mengendalikan teknologi itu sendiri, dengan menempatkan teknologi sebagai alat bantu manusia mencapai kebehagiaan, tetapi bukan teknologi itu sendiri sebagai tujuan hidup.

Lebih dari itu, kunci perlindungan anak adalah contoh kehidupan pemimpin. Pemimpin yang kuat, baik, tegas, berkarakter dan konsisten, akan menjadi sistem itu sendiri. Pemimpin yang hidup sederhana akan mudah mengajarkan kesederhanaan kepada rakyatnya. Namun akan sulit mengajarkan rakyat tidak korup, tidak boros, dan tidak hedonis manakala para pemimpin sendiri menunjukkan gaya hidup yang penuh foya-foya, permisif atas masuknya nilai-nilai luar, mengedepankan pencitraan serba wah daripada kehidupan bersahaja, low profile, dan apa adanya.

Pemimpin bukan sekedar pelaksana mandat konstitusi, tetapi harus menjadi guru, teladan, dan pembawa visi ke mana bangsa ini akan bergerak. Tanpa pemimpin yang kuat, sebuah sistem besar yang sedang berkonsolidasi tidak akan bergerak. Sayangnya, inilah mega problem bangsa Indonesia, miskin pemimpin yang yang memiliki visi. Bahkan, merekalah pelaku hedonism sejati, yang telah menjadikan kekuasaan sebagai sarana memperoleh puncak-puncak kesenangan duniawi.

Saatnya kita harus melakukan sesuatu yang berarti, untuk anak Indonesia.

Kemajan Tekhnologi juga dapat merugikan



Kemajuan teknologi semakin meningkat dan mendatangkan manfaat yang besar terhadap penggunanya. Namun tak dapat disangkal pula ternyata ia dapat sangat merugikan bagi penyalahgunaan dan penggunaan yang berlebihan.

Salah satu dampak yang mulai menjadi sorotan adalah makin meningkatnya fenomena kecanduan pada produk-produk teknologi, seperti smartphone (ponsel cerdas), blackberry atau pun perangkat digital lainnya. Peringatan akan bahaya kecanduan teknologi mencuat mengingat manusia kini menjadi sangat ketergantungan pada produk teknologi. Mereka bahkan rela bangun berkali-kali dalam semalam hanya untuk mengecek e-mail atau pun pesan singkat.

"Kita adalah makhluk yang memiliki kebiasaan dan bisa menjadi kecanduan pada banyak hal yang tidak biasa. Teknologi menjadi lebih menarik dalam 10 tahun terakhir seiring ditemukannya internet dan banyak hal. Teknologi membuat sesuatu menjadi lebih sederhana dan gampang dibawa ke mana pun dan lebih mudah diperoleh. Anda akan terkejut begitu banyak orang memiliki PDA atau Blackberry di atas tempat tidurnya.Bagi yang kecanduan, mereka akan bangun di malam hari dan membuka pesan dari PDA mereka dua hingga tiga kali dalam semalam.

Problem kecanduan ini juga dapat mengakibatkan masalah pada suatu hubungan ketika kecanduan membuat seseorang menjadi terasing dari keluarganya. Ada konsekuensi sosial lainnya ketika kecanduan yang diderita akibat kecemasan atau penyakit.
Bahkan sebuah survei yang dilakukan terhadap remaja di Cina menemukan, remaja yang kecanduan internet, kemungkinan melukai diri sendiri hingga dua kali lipat dibandingkan remaja lainnya.

Survei yang dilakukan terhadap 1.618 remaja berusia 13-18 tahun yang tinggal di kota Guangzhou, Provinsi Guandong itu menemukan, sekitar 16 persen dari remaja itu mengatakan mereka menyakiti dirinya dengan berbagai cara selama enam bulan terakhir. Sementara itu, 4,5 persen lainnya mengatakan mereka menyakiti diri sendiri sekurang-kurangnya enam kali selama enam bulan.

Menyakiti diri sendiri yang dilakukan remaja itu didefinisikan antara lain termasuk menarik rambut, memukul, membakar dengan sengaja dan mencubit.
Penelitian itu kemudian dipublikasikan pada journal Injury Prevention. Para peneliti menekankan, sekitar 90 persen dari peserta studi adalah pengguna normal internet, sementara sisanya yaitu 10% tergolong kecanduan sedang dan 0,6 persen kecanduan berat.

Menurut peneliti dalam jurnal tersebut, para remaja yang kecanduan biasanya mengalami masalah emosional seperti depresi atau gugup ketika tidak terhubung dengan internet. Mereka akan merasa lebih baik saat kembali menggunakan internet. Dikatakan juga, remaja yang kecanduan juga berfantasi atau mampu berpikir ketika sedang terhubung dengan internet.

Setelah menyesuaikan statistik dengan pengaruh potensial dengan faktor lain seperti kelainan kesehatan, para peneliti menemukan, remaja yang kecanduan internet memiliki kemungkinan dua kali lipat melukai diri sendiri. Ketika mereka melakukannya, cenderung lebih serius dibanding remaja lainnya.
Menilai peringatan akan bahaya kecanduan tidak sepenuhnya berlaku untuk semua jenis gadget. Namun ada beberapa tempat yang ingin mengadakan pelatihan menggunakan perangkat teknologi yang aman.

Televisi Beraroma




Teknologi mengubah hayalan menjadi kenyataan. Betapa tidak televisi yang awalnya hanya bisa dilihat dan didengar ternyata sekarang bertambah menjadi beraroma. Satu lagi penemuan unik hadir dari negara hi-tech yakni Jepang. Ilmuwan dari negeri matahari terbit itu mengembangkan televisi yang bisa mengeluarkan bau. Jadi ketika anda sedang menonton acara kuliner, misalnya, maka semerbak harum masakan lezat bisa berhembus keluar dari dalam televisi.

Dikutip dari detikinet.com penemuan terbaru dari Keio University di Tokyo Jepang ini ingin menghadirkan pengalaman lebih bagi para penonton TV, membuat mereka merasakan tayangan yang dilihatnya seolah nyata. Kenichi Okada selaku pemimpin tim mengatakan TV ajaib tersebut bisa mengeluarkan harum gulali ketika layar menayangkan gambar pasar malam atau aroma asin pantai ketika pengguna sedang melihat foto atau video liburan mereka di pantai.

Rahasianya ternyata berasal dari teknik penggunaan printer istimewa. Fungsinya bukan mencetak gambar atau dokumen seperti printer pada umumnya, melainkan mengeluarkan tinta beraroma yang sesuai dengan gambar yang tampil di layar televisi. Printer ink-jet yang mengeluarkan materi kecil berupa aroma yang tepat dan sesuai dengan gambar yang ditampilkan di televisi. Printer ink-jet akan bekerja ketika teraliri getaran hangat yang memanaskannya. Lama-kelamaan, akan terbentuk gelembung-gelembung kecil yang mendorong tinta beraroma tertuang pada halaman pada kecepatan tinggi.

Nah, pada saat itulah, pengguna akan merasakan aroma kue panggang, misalnya, atau harumnya bunga melati dari bau yang dikeluarkan tinta printer ink-jet tersebut. Kita belum tahu televisinya seperti apa, bagaimana kalau tintanya habis, bagaimana kalau kita sedang menonton pada saat menayangkan tempat pembuangan sampah berarti kamar kita bau sampah, dan keluar aromanyanya melalui apa?. Kita tunggu saja kehadiran televisi beraroma ini.

Masing-masing operator berlomba memberikan layanan SMS gratis untuk menghindari bencana alam




Saat sekarang hampir semua operator berlomba-lomba untuk mempromosikan kehebatannya dalam memberikan layanan. Ada menelpon gratis 10 hingga 100 menit, ada gratis sms 10.000 sms/hari, ada internet gratis 1 MB bahkan hingga 10 MB/hari. Operator seluler seakan ingin mengatakan bahwa dirinya paling hebat, paling luas jangkauannya dan paling peduli dengan pelanggannya. Tapi menurut saya itu malahan semua itu menyebabkan banyaknya tindakan kejahatan, penipuan, dan tindakan keisengan semata.

Letak geografis Indonesia yang sangat luas dan memiliki ribuan pulau serta memiliki potensi dan ancaman bencana alam yang sangat tinggi, maka alangkah baiknya semua Operator sepakat untuk memberikan layanan sosial kepada seluruh pelanggannya dengan cara memberikan sms gratis apabila ada gempa bumi, bencana banjir, gunung meletus, tsunami dan bencana alam lainnya. Operator tentunya bekerjasama dengan beberapa pihak yang ada hubungannya dengan bencana misalnya BMKG, Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Sosial, DLLAJR, Pelabuhan, Bandara, Tim SAR, Kepolisian dan TNI serta PMI untuk penanganan masalah bencana.

Kenapa mesti sms untuk menghindari bencana, karena hampir sebagian besar penduduk Indonesia sekarang mempunyai telepon genggam dan memanfaatkan sms sebagai media informasi dari teman, keluarga atau siapapun. Saya ingin mengilustrasikan apabila ada bencana gempa bumi maka BMKG memberikan informasi mengenai titik koordinat dan besarnya gempa bumi kepada semua operator seluler di Indonesia. Kemudian operator langsung memberitahu kepada semua pelanggannya khususnya pelanggan yang ada di BTS yang terjadi bencana untuk bersiap-siap dengan bencana. Selain ke pelanggan operator juga memberitahukan kepada pihak-pihak yang berhubungan bila terjadi bencana. Contoh lain apabila terjadi luapan air di daerah Bogor maka Dinas Pengairan memberitahu kepada operator untuk dusampaikan kepada pelanggannya yang berada di daerah aliran sungai yang meluap tadi. Maka dengan pemanfaatan sms gratis operator ini maka banyak nyawa dan harta yang bisa diselamatkan.

Tips Penulisan Non-Formal




Beberapa tips dari saya untuk anda yang menyukai menulis di blog atau tempat-tempat non formal lainnya (hehe…):

Tulis lah dengan metode media cetak/koran/surat kabar. Bayangkan kalau koran-koran kita menulis tidak menggunakan kolom, pasti lelah membacanya. Karena energi yang terpakai untuk menggerakkan bola mata akan lebih minimal daripada saat menghadapi tulisan yang memanjang.

Jangan terlalu panjang tulisannya! buatlah seringan mungkin. Kadang-kadang ada orang yang hanya melihat sekilas, dia sudah ogah membaca tulisan kita tak lain karena buannyyyaaakknnya huruf-huruf yang berceceran di depan layar komputernya.

Kalau pun tidak bisa diringkas, alangkah lebih bagus jika tulisannya di bagi menjadi dua bagian..atau episode..lumayan ber-efek. Sehingga pembaca tidak akan cepat bosan melihat kata-kata yang bergelimpangan dengan liar. Bahkan, boleh jadi pembaca menjadi tambah penasaran dengan episode berikutnya. (hehe..)

Mungkin juga bisa ditambahkan jarak perbarisnya. Jadi, tulisannya akan terlihat lebih bersih, tidak semrawut seperti kapal pecah, betul kan?

Berhentilah menulis, mungkin itu lebih baik bagi anda..
Hmm.. kira-kira begitulah sedikit saran dari saya, boleh dicoba, diterima, atau dilahap mentah-mentah. Kecuali nomor lima ya, yang itu jelas hanya gurauan.

Mungkin jika ada yg ke-enam, saya akan tulis ini: Jangan pernah ikuti saran nomor lima, jangan pernah berhenti menulis. Karena menulis tetap lebih baik daripada tidak menulis sama sekali…hehehe..

(NON FORMAL)

Kemana Arah Pendidikan Buta Aksara




Buta aksara adalah keadaan ketika orang tidak mampu membaca dan menulis. Padahal, keduanya merupakan jendela untuk melihat dunia. Artinya, jika orang bisa membaca, dia melihat dunia baru dan segala perkembangannya, termasuk ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) serta teknologi informasi (TI). Akibat banyaknya penderita buta aksara, majalah Time pada 2007 lalu, melabeli kita sebagai bangsa yang tidak punya pengaruh atau kurang diperhitungkan dalam kancah hubungan internasional. Indonesia, tulis Time, bahkan tertinggal jauh tidak saja dari negara-negara maju Asia seperti Jepang, Singapura, Malaysia, dan sebagainya, tapi juga tertinggal dari negara-negara pendatang baru seperti Vietnam, Laos, bahkan Kamboja. Julukan sebagai bangsa tertinggal dan tidak punya pengaruh memang menyakitkan.


Data yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2007, penderita buta aksara berjumlah 15,4 juta, dengan perbandingan laki-laki 5,8% dan perempuan 12,3%. Setahun kemudian (tahun 2008), Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas), menyebutkan jumlah penderita buta aksara mencapai 10,1 juta orang. Menurut Depdiknas, tahun 2008 memang ada sedikit penurunan penderita buta aksara sebanyak 1,7 juta orang, jika dibandingkan dengan tahun 2007 (11,8 juta orang). Namun, BPS sendiri belum mengeluarkan data resmi mengenai adanya penurunan penderita buta aksara itu.
Data mutakhir yang dirilis Direktorat Jenderal (Dirjen) Pendidikan Nonformal dan Informal (PNFI) Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas, 2010), angka penderita buta aksara saat ini mencapai 8,4 juta jiwa. Sekitar 65% atau 5,46 juta jiwa di antaranya adalah kaum perempuan dengan usia rata-rata di atas 40 tahun. Menurut Dirjen PNFI, Dr Hamid Muhammad Phd (2010), setiap tahun, 880 ribu anak Indonesia berpotensi buta aksara. Jumlah tersebut berasal dari daerah terpencil sekitar 300 ribu anak, dan 580 ribu atau 1,7% dari 1,29 juta anak-anak SD yang putus sekolah antara kelas 1 dan 3, tutur Dr Hamid Muhammad Phd.
Jika dilihat dari grafik penyebaran penderita buta aksara, perbedaan antara desa dan kota amat mencolok. Di kawasan perkotaan, jumlah penderita buta aksara hanya sekitar 4,9%. Sementara di daerah perdesaan, jumlahnya bisa mencapai lebih dari 12,2%. Dari grafik penyebaran itu bisa ditarik kesimpulan bahwa sampai saat ini desa masih tetap menjadi penyumbang utama jumlah penderita buta aksara.


Pemerintah sebenarnya tidak tinggal diam menyikapi persoalan buta aksara. Sejak tahun 1945 melalui bagian pendidikan masyarakat, Kementerian Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan, pemerintah melakukan gerakan meleka aksara, yang dikenal dengan nama Pemberantasan Buta Huruf (PBH) atau Kursus ABC. Tahun 1951 pemerintah menyusun rencana Sepuluh Tahun PBH, dengan harapan buta aksara akan selesai dalam jangka waktu 10 tahun. Keadaan itu membuat gerah Presiden Soekarno, dan pada tahun itu juga presiden mengeluarkan komando untuk menuntaskan buta huruf sampai 1964.


Pada 1966, digulirkan kembali PBH fungsional. PBH saat itu dibagi dalam tiga tahapan, yakni PBH permulaan, PBH lanjutan I, dan PBH lanjutan II. Bahan belajar PBH permulaan menggunakan buku kecil Petani Belajar Membaca yang diselesaikan 20-30 hari. Selanjutnya, mulai 1970-an dirintis program Kejar Paket A, yaitu program PBH dengan menggunakan bahan belajar Paket A yang terdiri atas Paket A1 sampai A100. Hingga tahun 1995, program PBH masih terus dilakukan di sembilan provinsi dengan memperbaiki sistem pelatihan, metodologi pembelajaran, dan sistem penyelenggaraannya. Pertanyaan yang muncul kemudian, mengapa program PBH yang dilakukan pemerintah dari masa Orde Lama, Orde Baru, dan Orde Reformasi, belum optimal menekan kenaikan angka penderita buta aksara? Lantas, langkah strategis seperti apa yang efektif untuk menekan laju peningkatan penderita buta aksara.


Jika kita cermati dengan saksama, ketidakberhasilan program PBH yang dilakukan pemerintah dari masa ke masa itu, disebabkan beberapa hal. Pertama, program yang dilakukan tidak pernah tuntas, bahkan sekadar tambal sulam. Itu dapat dilihat dari budaya ganti rezim ganti pula programnya, sehingga menimbulkan diskontinuitas. Kedua, setiap komponen tidak bekerja secara sinergis dan dengan visi yang sama. Akibatnya, program tidak bisa berjalan efektif, karena tidak jelas ujung pangkalnya.
Menurut Paulo Freire (1999), persoalan buta aksara sejatinya bertalian erat dengan aspek politik, pendidikan, dan sistem budaya masyarakat. Meski demikian, aspek politik memiliki pengaruh sangat kuat sekaligus sebagai kunci utama. Itu karena politik lebih sering menjadikan problem buta huruf sebagai komoditas kampanye, yang mampu menarik dukungan rakyat di samping kemiskinan. Sebagai isu yang sensitif, buta huruf akan menutupi kualitas, kredibilitas atau kubu asal calon. Singkatnya, asal mengusung isu atau tema-tema itu, rakyat sudah pasti akan mendukung. Fakta itu dapat kita lihat pada rekam jejak beberapa kandidat capres yang maju pada Pilpres 2009. Mereka juga menggunakan isu buta huruf dan kemiskinan sebagai kendaraan utamanya.


Sebelum generasi mendatang tenggelam dalam kebodohan, dan sebelum bangsa ini semakin tertinggal, buta aksara harus segera dihilangkan. Melalui momentum peringatan Hari Aksara tahun ini, segenap pihak perlu bekerja sama dalam merumuskan strategi dan formula efektif mengentaskan masyarakat dari buta aksara. Strategi ini harus bersifat holistis dan sinergis, antara aspek politik, pendidikan, dan sistem kebudayaan masyarakat. Artinya, selain paralel dengan pemberdayaan masyarakat, pemberantasan buta aksara juga harus dilaksanakan secara sinergis dengan upaya mendorong kesadaran membangun sektor produktif, misalnya melalui gerakan pembangunan sektor riil.

Strategi demikian, sejatinya memiliki kesesuaian dengan langkah Presiden Yudhoyono, khususnya dalam Inpres No 5 Tahun 2006 lalu. Inpres ini di antaranya berisi pernyataan bahwa pemberantasan buta aksara dilakukan dengan mengerahkan seluruh kekuatan politik (vertikal) dan horizontal, mulai dari presiden, menteri terkait, gubernur, wali kota/bupati, camat, sampai kepala desa. Adapun pendekatan horizontal, dilakukan dengan melibatkan berbagai organisasi kebudayaan, LSM, ormas keagamaan seperti Muhammadiyah, NU, dan sebagainya.
Peran serta organisasi sosial keagamaan, seperti Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU) mempunyai andil besar dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Muhammadiyah dan NU dapat bekerja sama dengan organisasi otonomnya seperti Aisyiyah, Nasyiatul Aisyiyah, Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) dahulu Ikatan Remaja Muhammadiyah (IRM), Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), Fatayat NU, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), dan seterusnya. Program kerjanya dapat dilakukan melalui pimpinan ranting dan pimpinan cabang. Kelompok-kelompok pengajian yang selama ini ada dapat dijadikan modal untuk pendidikan membaca dan menulis. Mereka mudah tergerakkan atau tersadarkan oleh ikatan emosional ormas. Contoh yang dilakukan Muhammadiyah dengan mengadakan Program Keaksaraan Fungsional Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM) dan Direktorat Jenderal Pendidikan Luar Sekolah Departemen Pendidikan Nasional, di Sulawesi Selatan dan beberapa daerah lain baik di Jawa maupun luar Jawa, adalah salah satu inisiatif yang perlu diperluas dan dikembangkan secara terus-menerus.


Pengaktifan kembali pusat-pusat pembelajaran dan perpustakaan di desa juga penting. Pusat pembelajaran yang dahulu dibina melalui dasawisma sudah saatnya menjadi penyokong sekaligus ujung tombak pemberantasan buta aksara. Perpustakaan desa yang menurut data Direktorat Pendidikan Masyarakat Direktorat Jenderal Pendidikan Nonformal dan Informal berjumlah 5.552 sudah saatnya dikembangkan dan ditingkatkan hingga mencapai 70.611 atau seluruh desa di Indonesia. Program ini lebih mempunyai nilai dan makna daripada pemerintah susah payah membuat taman bacaan masyarakat di mal. Selain lebih merakyat, program perpustakaan masuk desa dapat mempercepat proses pemberantasan buta aksara.


Dengan semakin meningkatnya tingkat melek huruf di desa, beberapa target Millennium Development Goals (MDGs) akan segera tercapai, yaitu menghapus tingkat kemiskinan dan kelaparan serta mencapai pendidikan dasar secara universal pada 2015. Dengan demikian baik pemerintah maupun masyarakat mempunyai kewajiban yang sama dalam memberantas buta aksara dengan turut serta mencerdaskan kehidupan berbangsa dan bernegara. Tanpa adanya dukungan dan kesadaran dari seluruh anggota masyarakat, penyakit sosial ini akan semakin parah dan akan menelan banyak korban.

( FORMAL )

Kamis, 07 Oktober 2010

Tugas 1

======================
Nama: Aditio Sugiri
NPM:10108073
Kelas:3KA16
======================
SOAL:
1. Sebutkan komponen2 yang terdapat dalam Java Development Kit ?
2. Apa yang dimaksud dengan token dan identifier ?
3. Sebutkan kegunaan dari operator, separator, keyword break, dan keyword continue ?
4. Buatlah program yang menampilkan tulisan : "Belajar java memang mudah jika dilakukan dengan tekun"
5. Buatlah contoh program lain yang menggunakan keyword break dan keyword continue ?

JAWAB:

1.Komponen JDK (Java Develomment Kit) :

1. compiler(javac) : Untuk kompilasi file source code : *.java menjadi *.class. Syntax umum : javac nama_file.java
2. interpreter(java) disebut juga java virtual machine atau java runtime environment : Untuk menjalankan bytecode (*.class). Syntax umum :java nama_file.class
3. applet viewer(appletviewer) : Untuk menjalanakan applet viewer. Syntax umum : appletviewer nama_file.html
4. debugger(jdb): Untuk melakukan debugging aplikasi java. Syntax umum : jdb option
5. java class library(jcl) : Untuk membuat daftar method dan attribute public dari suatu kelas. Syntax : javap namaKelas
6. header dan stub generator(javah) : Untuk menerjemahkan bahasa yang ditulis dalam bahasa Java menjadi bahasa pemrograman C.
7. java documentation(javadoc) : Untuk menampilkan pustaka kelas, interface, constructor, dan method standard yang telah dibuat vendor.
8. Source Code Java API

2.Token

Dalam Java ada yang dikenal dengan istilah token. Token merupakan elemen terkecil di program yang mempunyai arti bagi kompilator. Kompilator bertugas membaca karakter-karakter di kode sumber dan menerapkan aturan-aturan secara progresif menjadi potongan lebih besar seperti identifier, ekspresi, kalimat, dan kelas. Token Java dibagi 5, yaitu:

1. Identifier
2. Keyword
3. Literal
4. Operator
5. Separator

Identifier

Identifier adalah token yang merepresentasikan nama. Dalam Java, identifier adalah nama yang diberikan untuk variable, class, atau method. Identifier boleh dimulai dengan huruf, underscore (_) atau tanda dollar ($). Identifier adalah case sensitive (membedakan huruf besar/ kecil) dan tidak ada batas maksimum.

Contoh :

username

user_name

_sys_var1

$change

3.Operator
Operator melakukan komputasi terhadap satu/dua objek data. Operan yang
dioperasikan dapat berupa literal, variabel, atau nilai yang dikirim method.

Keyword break
yaitu untuk keluar dari kendali percabangan switch, dan untuk keluar dari kendali perulangan.

Keyword continue
adalah untuk lompat ke perulangan berikutnya. Baris-baris program setelah keyword continue dalam blok perulangan saat itu berarti diabaikan.
Keyword break, yaitu untuk keluar dari kendali percabangan switch, dan untuk keluar dari kendali perulangan.

Separator
adalah menginformasikan ke compiler java mengenai adanya kelompok kode program.

4.
public class Main {

public static void main(String[] args) {
System.out.println("Belajar java memang mudah jika dilakukan dengan tekun");
}}

5.CONTOH BREAK
public class ContohBreak {

public static void main(String args[]) {

int i = 0;

do {

i++;

System.out.println(i);

if (i==6) break; //untuk keluar dari kendali percabangan switch/ untuk keluar dari kendali perulangan
} while (i <= 8);

}

}

CONTOH CONTINUE
public class contohContinue {

public static void main(String args[]) {

int i=0;

do {

i++;

if (i==3) continue; //untuk segera lompat ke perulangan berikutnya. Pernyataan-pernyataan setelah keyword continue dalam blok perulangan saat itu berarti diabaikan

System.out.println(”iterasi ke : “+i);

if (i==4) break;

} while(i <= 8);

}

}